Misi || Visi || Tujuan Sman 1 Dramaga

SMA Negeri 1 Dramaga || Jalan Raya Dramaga Km. 7 Telp. (0251) 8628158. || Kab. Bogor 1680 || NSS 301020230122 || NPSN 20232377

Foto Guru-Guru SMAN 1 Dramaga

Foto ini di upload pada tanggal 22 maret 2014 di halaman SMA Negeri 1 Dramaga || Jalan Raya Dramaga Km. 7 Telp. (0251) 8628158. || Kab. Bogor 1680 || NSS 301020230122 || NPSN 20232377

Call To Actions

SMA Negeri 1 Dramaga || Jalan Raya Dramaga Km. 7 Telp. (0251) 8628158. || Kab. Bogor 1680 || NSS 301020230122 || NPSN 20232377

Juara Karate Ciomas Cup 2014

Dika Arya N Juara 1, Sindi Mutia Juara III, Muhmmad Mahmudin Juara 1 SMA Negeri 1 Dramaga || Jalan Raya Dramaga Km. 7 Telp. (0251) 8628158. || Kab. Bogor 1680 || NSS 301020230122 || NPSN 20232377

Foto Ujian Praktek Bahasa Jepang

SMA Negeri 1 Dramaga || Jalan Raya Dramaga Km. 7 Telp. (0251) 8628158. || Kab. Bogor 1680 || NSS 301020230122 || NPSN 20232377

Mendidik adalah kewajiban setiap orang terdidik. Berhenti mengeluh tidaklah cukup. Berkata-kata indah dengan penuh semangat juga tidak akan pernah cukup.

Senin, 09 Mei 2011

Tawuran Pelajar





BOGOR–SMK Tri Dharma dan SMK YKTB terlibat aksi tawuran di Jalan Dramaga, Caringin, Ke­camatan Dramaga, Kabupaten Bogor, kemarin sore. Akibatnya, siswa kelas XI (kelas dua) SMK Tri Dharma, Rian Maulana (17) tewas dihantam gir motor pada bagian kepala.

ilustrasi
Sedangkan siswa SMK YKTB, Aipul Kahfi, war­ga Ciapus Kecamtan Ciomas, Kabupaten Bogor kritis dan harus menjalani perawatan intensif di Ruang Dahlia RSU PMI Bogor. Ia menderita luka serius di bagian perut dan tangan akibat terkena sabetan celurit.

Kapolsek Darmaga, AKP Adang Sumpena, me­ngatakan, aksi tawuran tersebut terjadi saat iring-iringan dua truk siswa SMK Tri Dharma melintasi Jalan Dramaga menuju Leuwiliang untuk menghadiri acara ulang tahun basis Tri Dharma di wilayah Barat (Leuwiliang, red). “Saat itu, satu truk yang membawa pelajar bisa lolos. Namun satu truk di belakangnya saling ejek dengan pelajar SMK lain dan memicu aksi tawuran,” terangnya.

Aksi tawuran dua SMK di Kota Bogor ini diperkirakan melibatkan sekitar 200 pelajar. Mereka saling lempar dan adu kekutan dengan sabuk berkepala senjata gir motor dan senjata tajam lainnya. “Ada beberapa siswa yang menderita luka serius. Bahkan ada yang meninggal dunia,” terangnya.

Kapolsek menambahkan, pihaknya belum bisa menetapkan tersangka dalam kasus tawuran tersebut. “Belum ada yang diamankan. Kami juga belum tetapkan tersangka. Semuanya masih dalam penyelidikan,” jelas AKP Adang.

Kendati demikian, pihaknya mengaku sudah mengumpulkan para guru dan orangtua dari dua sekolah yang terlibat tawuran untuk membicarakan keterlibatan anak-anak muridnya dalam tawuran yang menewaskan seorang pelajar.

Menurut dia, jika pelaku utama sudah ditetapkan, maka pihaknya akan menjerat pelaku dengan Pasal 170 dan Pasal 351 KUHP tentang Pengeroyokan dan Penganiayaan yang menyebabkan orang meninggal, dengan ancaman hukuman hingga 15 tahun penjara.

Bawa Senjata, 50 Pelajar Ditangkap

Sebanyak 50 pelajar SMK Negeri 02 Kota Bogor ditangkap petugas Polsek Bogor Barat yang tengah melakukan pengamanan (pam) rutin GKI Yasmin di Jalan Raya KH Abdullah bin Nuh, Kecamatan Bogor Barat Kota Bogor, tadi malam. Dari pelajar, petugas menyita sejumlah sabuk berkepala gir dan sebilah parang yang diduga kerap dijadikan senjata saat aksi tawuran pelajar.

Berdasarkan pantauan di la­pangan, penangkapan pelajar berawal ketika petugas keamanan cu­riga melihat iring-iringan pu­luhan pelajar yang masih ber­seragam putih abu-abu. Saat itu, polisi melihat salah seorang pe­lajar membuang senjata tajam je­nis parang ke semak-semak di se­­kitar jalan KH Abdullah bin Nuh.

Melihat hal tersebut, petugas pun menggiring puluhan pelajar ke halaman kantor Radar Bogor.

Petugas kemudian memeriksa tas pelajar dan mendapatkan sejumlah sabuk berkepala gir sepeda motor yang kerap dijadikan senjata saat tawuran. “Untuk sementara, puluhan pelajar ini kami bawa ke Polsek Bogor Barat untuk didata,” terang anggota polisi yang enggan menye­butkan namanya.

Menurut dia, hal tersebut dilakukan sebagai salah satu tindakan antisipasi guna menghindari aksi tawuran yang kerap terjadi antarpelajar dan sering mengakibatkan korban jiwa. “Ini sebagai salah satu antisipasi untuk mencegah tawuran pelajar yang kini sering terjadi. Saat diperiksa, kami menemukan sejumlah senjata tajam,” terangnya.

Sementara itu, Rahmat (16), salah salah seorang pelajar mengungkapkan bahwa mereka  baru saja pulang menghadiri pesta ulang tahun seorang temannya di kawasan Leuwiliang. “Kami baru pulang dari Leuwiliang karena kami diundang Pepi (15) yang tengah ulang tahun dan ada acara masak-masak di sana,” terangnya.

Ia menerangkan, mereka pulang menggunakan truk yang mereka stop di jalan agar tidak mengeluarkan ongkos. “Namun truk tersebut ternayata belok di perempatan Semplak-Yasmin, makanya kita turun dan terpaksa jalan kaki. Eh, kita malah ditangkap polisi karena ada teman yang membawa senjata,” pungkasnya.(sdk)
 

Jumat, 06 Mei 2011

Dua Jenis Guru

Di hari pendidikan kemarin saya bertemu dengan dua jenis guru. Guru pertama adalah guru kognitif, sedangkan guru kedua adalah guru kreatif. Guru kognitif sangat berpengetahuan. Mereka hafal segala macam rumus, banyak bicara, banyak memberi nasehat, namun sayangnya sedikit sekali mendengarkan.
Sebaliknya guru kreatif lebih banyak tersenyum, namun tangan dan badannya bergerak aktif. Setiap kali diajak bicara ia mulai dengan mendengarkan, dan saat menjelaskan sesuatu ia selalu mencari alat peraga. Entah itu tutup pulpen, botol plastik air mineral, kertas lipat, lidi, atau apa saja.
Karena jumlahnya hanya sedikit, guru kreatif jarang diberi kesempatan berbicara. Ia tenggelam di antara puluhan guru kognitif yang bicaranya selalu melebar ke mana-mana. Mungkin karena guru kognitif tahu banyak, sedangkan guru kreatif berbuatnya lebih banyak.

Guru kognitif
Guru kognitif hanya mengajar dengan mulutnya. Ia berbicara panjang lebar di depan siswa dengan menggunakan alat tulis. Guru-guru ini biasanya sangat bangga dengan murid-murid yang mendapat nilai tinggi, disiplin belajar, rambutnya dipotong rapih, bajunya dimasukkan ke dalam celana atau rok, dan hafal semua yang ia ajarkan.
Bagi guru-guru kognitif, pusat pembelajaran ada di kepala manusia, yaitu brain memory. Asumsinya semakin banyak yang diketahui seseorang maka semakin pintarlah orang itu. Dan semakin pintar akan membuat seseorang memiliki masa depan yang lebih baik.
Guru kognitif adalah guru-guru yang sangat berdisiplin. Mereka sangat memegang aturan atau, meminjam istilah para birokrat (PNS), sangat patuh pada “tupoksi”. Saya sering menyebut mereka sebagai guru kurikulum. Kalau di silabus tertulis buku yang diajarkan adalah buku “x” dan bab-bab yang diberikan adalah bab satu sampai dua belas, maka mereka akan mengejarnya persis seperti itu sampai tuntas.
Karena ujian masuk perguruan tinggi adalah ujian rumus, maka guru-guru kognitif ini adalah kebanggaan bagi anak-anak yang lolos masuk di kampus-kampus favorit. Kalau sekarang, mereka adalah kebanggaan bagi siswa-siswa peserta UN.
Guru Kognitif
Namun sayangnya, sekarang banyak ditemukan anak-anak yang cerdas secara kognitif sulit menemukan “pintu” bagi masa depannya. Anak-anak ini tidak terlatih menembus barikade masa depan yang penuh rintangan, lebih dinamis ketimbang di masa lalu, kaya dengan persaingan, dan tahan banting.
Saya sering menyebut anak-anak produk dari guru-guru kognitif ini ibarat kereta api Jabodetabek yang hanya berjalan lebih cepat dari kendaraan lain karena jalannya diproteksi, bebas rintangan. Beda benar dengan kereta super cepatShinkanzen yang memang cepat. Yang satu hanya menaruh lokomotif di kepalanya saja, sedangkan yang satunya lagi, selain di kepala, lokomotif ada di seluruh roda besi dan relnya.

Guru Kreatif
Ini guru yang sering kali dianggap aneh di belantara guru-guru kognitif. Sudah jumlahnya sedikit, mereka sering kali kurang peduli dengan tupoksi dan silabus. Mereka biasanya juga sangat toleran terhadap perbedaan dan cara berpakaian siswa.
Tetapi mereka sebenarnya adalah guru yang bisa mempersiapkan masa depan anak-anak didiknya. Mereka bukan sibuk mengisi kepala anak-anaknya dengan rumus-rumus, tetapi membongkar anak-anak didik itu dari segala belenggu yang mengikat mereka. Belenggu-belenggu itu bisa jadi ditanam oleh para guru, orang tua, dan tradisi seperti tampak jelas dalam membuat gambar (pemandangan, gunung dua buah, matahari di antara keduanya, awan, sawah, dan seterusnya).
Guru kreatif
Atau belenggu-belenggu lain yang justru mengantarkan anak-anak pada perilaku-perilaku selfishego-centrism, merasa paling benar, sulit bergaul, mudah panik, mudah tersinggung, kurang berbagi, dan seterusnya. Guru-guru ini mengajarkan life skills, bukan sekedar soft skills, apalagi hard skill.
Berbeda dengan guru kognitif yang tak punya waktu berbicara tentang kehidupan, mereka justru bercerita tentang kehidupan (context) yang didiami anak didik. Namun lebih dari itu, mereka aktif menggunakan segala macam alat peraga. Bagi mereka memory tak hanya ada di kepala, melainkan ada di seluruh tubuh manusia. Memory manusia yang kedua ini dalam biologi dikenal sebagai Myelin dan para neuroscientist modern menemukan myelin adalah lokomotif penggerak (muscle memory). Di dalam ilmu manajemen, myelin adalah faktor pembentuk harta tak kelihatan (intangibles) yang sangat vital seperti gestures, bahasa tubuh, kepercayaan, empathy, ketrampilan, disiplin diri, dan seterusnya.
Saat bertemu dengan guru-guru kognitif saya sempat ditanya apakah mereka menggunakan alat-alat peraga yang disediakan di sekolah?  Saya terkejut, hampir semua guru bilang tidak perlu, semua sudah jelas ada di buku. Bahkan beberapa orang tidak tahu bahwa di sekolahnya sudah menyediakan mikroskop dan alat-alat bantu lainnya.
Sebaliknya guru-guru kreatif mengatakan: “Kalau tidak ada alat peraga, kita akan buat sendiri dari limbah. Kalau perlu kita ajak siswa turun ke lapangan mengunjungi lapangan. Kalau tak bisa mendatangkan bapak ke dalam kelas, kita ajak siswa ke rumah bapak,” ujarnya.
Saya tertegun. Seperti itulah guru-guru yang sering saya temui di negara-negara maju. Di negara-negara maju lebih banyak guru kreatif daripada guru kognitif.  Mereka tak bisa mencetak juara olimpiade matemateka atau fisika, tetapi mereka mampu membuat  generasi muda menjadi inovator, entrepreneur, dan CEO besar. Mereka kreatif dan membukakan jalan menuju masa depan.
Saat membuat disertasi di University of Illinois, para Guru Besar saya bukan memaksa saya membuat thesis apa yang mereka inginkan, namun mereka menggali dalam-dalam minat dan objektif masa depan saya. Sewaktu saya bertanya, mereka menjawab begini: “Anda tidak memaksakan badan Anda pada baju kami, kami hanya membantu setiap orang untuk membuat bajunya sendiri yang sesuai dengan kebutuhannya."
Selamat merayakan hari pendidikan dan jadilah guru yang mengantarkan kaum muda ke jendela masa depan mereka.

Rhenald Kasali

Selasa, 03 Mei 2011

Perayaan Hari Kartini dan Pendidikan Nasional

Senin, 02-Mei-2011. Tepatnya pukul 08.00 wib,telah diselenggarakan perlombaan Memperingati Hari Kartini dan Hari Pendidikan Nasional di Smanida. Perlombaan tersebut meliputi peragaan busana kartini dan kartono dan lomba cerdas cermat. Namun sebelumnya juga di laksanakan upacara memperingati Hari pendidikan Nasional yang dilaksanakan oleh petugas upacara khususnya PASKIBRA Smanida. Dengan pakaian khusus PASKIBRA, upacara tersebut berlangsung lancar dan Khidmat, meskipun dengan cuaca yang kurang mendukung.

Perlombaan tersebut berlangsung cukup meriah,juga di penuhi antusias dari murid-murid Smanida sendiri. Terlebih karena memperingati hari-hari bersejarah tersebut semuanya bertemakan Hari Kartini dan Hari Pendidikan Nasional yang sebelumnya acara tersebut di buka dengan sambutan dari Bapak Kepala Sekolah yang menginginkan acara berlangsung baik dan lancar.


Di mulai dengan perlombaan cerdas cermat yang semua soalnya bertemaka Hari Kartini dan Hari Pendidikan Nasional dengan jumlah soal 20 dan hanya diberikan waktu 20 menit dan setiap kelasnya di wakilkan oleh 3-4 orang perwakilannya. Juga lomba Peragaan busana Kartini dan Kartono yang setiap perwakilan kelasnya 1 kartini dan 1 kartono yang mewajibkan mengenakan pakaian adat jawa, membawa paralatan make-up sendiri dan juga pada saat Memperagakan juga diberikan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan Hari Kartini dan Hari Pendidikan Nasional.


Di harapkan dengan adanya perlombaan tersebut dapat menjadi pelajaran untuk menghargai para pejuang-pejuang yang telah membawa keberhasilan hingga sekarang,dengan saling menghargai antar umat beragama,keadaan sosial tiap orangnya,dan perbadaan gender.